SULIT DIBOBOL: Kiper Semut Hitam Stevano A. Pieter menyaksikan rekan setimnya, Aditya Gusti (atas), berduel dengan pemain Indonesia Muda Jossa Andhika pada laga kompetisi Internal Persebaya Sabtu (18/2). Dalam laga itu, Stevano menggagalkan sekian banyak peluang emas lawan, termasuk satu eksekusi penalti dari Lukman Hakim. (Foto: Angger Bondan/Jawa Pos)

Klub Internal Bergairah Lagi

KEMBALINYA Persebaya ke kompetisi resmi plus masuknya manajemen baru berimbas ke klub internal. Jumlah murid baru yang mendaftar di klub-klub internal anggota Persebaya meningkat. Dengan berlaganya Persebaya di kompetisi resmi PSSI, mereka berharap klub-klub internal itu menjadi pintu masuk untuk menjadi bintang klub berjuluk Green Force pada masa mendatang.

Pemiliki klub internal El Faza Hayadi menyatakan, ada peningkatan pendaftar hingga 30 persen. Terutama sejak hak Persebaya dipulihkan PSSI dan ada kepastian mengenai kompetisi internal. Mayoritas pemain berusia 15 tahun.

Hadirnya kompetisi internal dengan konsep lebih matang jadi magnet yang ampuh untuk menarik bakat-bakat belia mendaftar. "Mereka termotivasi untuk menjadi bagian dari era baru Persebaya. Ini sangat bagus bagi keberlangsungan hidup klub-klub internal baru seperti kami," katanya.

Memang, El Faza termasuk dalam beberapa klub anyar yang jadi anggota internal Persebaya. Klub yang berhomebase di lapangan  Ketintang, Surabaya, itu baru terbentuk pada 2008. Meski begitu, El Faza tidak bisa dipandang remeh. Bahkan, ada pemain mereka  yang kini bercokol di Persebaya. Yakni, Arif Rachman dan Mat Halil.

Mat Halil yang merupakan legenda Persebaya yang masih aktif menjadi faktor berjubelnya murid baru di El Faza. Saking tingginya animo pendaftar baru, El Faza sampai menambah satu pelatih. Yaitu, Yusman Mulyono.

Yusman yang merupakan eks penggawa Niac Mitra akan membantu koleganya semasa aktif bermain, Agus Sarianto. ''Kami berharap tren positif seperti ini terus bertahan. Syukur-syukur bisa meningkat. Dengan begitu, kami para pengurus kian terpacu menghasilkan bibit berharga yang nanti bisa berguna bagi Persebaya,'' ujar Hayadi yang juga ayah Mat Halil itu.

Selain El Faza, terdapat klub yang terhitung berusia muda. Salah satunya adalah Anak Bangsa. Klub yang baru dibentuk pada 2010 tersebut didirikan dan dimiliki Hendrik Peter. Sebelumnya, dia memiliki SSB (sekolah sepak bola) yang bernama Sosial Surabaya yang berdiri pada 1999. Mayoritas pemain adalah anak yatim piatu, kaum miskin kota, pengamen jalanan, dan loper koran.

"Kami ingin memberdayakan mereka. Untung, mereka mau berusaha untuk bisa berkarya di sepak bola. Kami tidak memungut biaya apa pun. Bahkan, kalau ada yang tidak bisa beli sepatu, kami akan belikan," tuturnya.

Kini banyak jebolan Anak Bangsa yang menjadi pesepakbola amatir. Dari situlah, mereka akhirnya bisa berkarya. "Andik Vermansah dulu sempat masuk SSB Sosial Surabaya, tapi hanya sebentar," kenangnya.

Dampak yang sama dirasakan klub lawas, Indonesia Muda (IM) dan Bintang Timur. Klub yang berdiri pada 1930 itu banyak pemain hebat bagi Persebaya. Di antaranya, Hadi Ismanto, Hariyono Asnan, Bejo Sugiantoro, Anang Ma'ruf, dan Yusuf Eko dono. Hal itu disebabkan mereka juga memiliki SSB. ''Kami mencetak pemain IM mulai dari SSB," kata Saleh.

Menurut Saleh Hanifah, pemilik IM dan Bintang Timur, saat Persebaya belum diakui PSSI, orang tua pemain merasa khawatir. Sebab, ujung dari apa yang dilakukan anaknya tidak jelas. ''Tapi, kami terus meyakinkan mereka. Banyak yang memutuskan keluar dan itu tidak dapat kami cegah," tutur pria yang menjabat direktur amatir tersebut.

Saleh menambahkan, dengan terlahirnya kembali Green Force, sejumlah pemain yang dulu keluar telah kembali. Bahkan, banyak pendaftar baru. IM berlatih di Lapangan Kodam V/Brawijaya serta lapangan Keputih di bawah komando Seger Sutrisno dan Sukirman.

Story  provided by Jawa Pos

BERITA LAINNYA