Suasana doa bersama di stadion Kanjuruhan, Malang semalam.

Nawaitu Perdamaian

Lilin perdamaian itu telah dinyalakan. Menguatkan syair-syair damai yang bergaung di lini masa dan dunia nyata, pasca Tragedi Kanjuruhan. Akun ini, ofisial Persebaya telah merangkum dalam unggahan Nawaitu Perdamaian. Mengulurkan tangan damai buat pendukung Arema, dan seluruh suporter di Indonesia. 

Tentu, ini masih terlalu dini menghitung seberapa kuat dan lama lilin perdamaian itu akan menyala. Biar nanti waktu yang akan mengujinya. 

Yang pasti, setiap kali kerja kebaikan digerakkan, selalu saja ada suara-suara miring yang coba menjebak pada ruang pesimistis. Melemahkan semangat dan niat. Jangan sampai terus menyala dan membesar. Menjadi gerakan nyata di lapangan. Dibikin lelayu. Sambil dibumbui dengan sederet narasi dan bukti agar tak ada kata damai. Tak apa. Begitulah hukum dunia.

Kita tidak boleh menyerah untuk terus mengobarkan nawaitu ini. Sudah kodratnya urusan kebaikan selalu dibikin mendaki dan terjal. Sesulit mungkin. 

Kenapa? Karena disana ujian sesungguhnya bagaimana kualitas seseorang ditempa. Jika sukses, maka itu akan menambah derajat diri. Lalu, naik level berikutnya. Begitu seterusnya. 

Karena itu, ibarat sekolah, ujian kebaikan itu bertingkat. Ada level kesusahannya. Antara yang cupu dan level Dewa, tentu berbeda. Untuk ini, kita Bonek barangkali pantas menepuk dada. Sudah teruji dan tahan banting. Kalau sekedar di katai janc**k, dibu**h saja, sudah biasa. Level Persebaya dan Bonek sudah lebih dari itu. Sampai sudah mau dimatikan dan dihapus dari peta sepak bola Indonesia.  

Nyatanya? Bisa eksis sampai sekarang. Kenapa? Salah satunya karena kekuatan niat. Lihat di masa perjuangan dulu. Saat dualisme mendera. Sukar dinalar bila Persebaya bisa eksis sampai seperti ini. Tak ada yang percaya, Persebaya bisa keluar dari pusaran persoalan yang begitu berat. Kita waktu itu dalam posisi selemah-lemahnya. 

Hanya gumpalan niat yang kita punya. Meyakini jalan kebaikan yang diperjuangkan. Tuhan dan semesta mendengar kekuatan niat ini. Kemudahan dan keajaiban satu demi satu datang. Menerangi jalan kebaikan yang hendak dilalui. Dan, jadilah kita bisa seperti sekarang ini. 

Begitu juga Nawaitu Perdamaian yang kini disemai. Mari bersama sambut jalan terjal di di depan dengan senyuman. 

Memang, tak mudah untuk mengusap begitu saja luka hati. Apalagi dengan pendukung Arema. Tak sedikit yang miliki memori buruk. Sangat menyanyat hati. Menggores di irisan terdalam. Sampai terucap tak akan memaafkan. Menjadi musuh selamanya. 

Berat memang menghapus memori kelam itu dalam semalam. Tapi, karena itu kita yang dipilih. Takarannya sudah disesuaikan. Dan, kali ini pasti juga bisa dilewati. Bukankah kita telah teruji sukses lewati sederet ujian-ujian berat sebelum ini?  

Semesta telah menyiapkan skenario terbaik buat kita. Membawa ke derajat tertinggi. Dengan membuka pintu maaf pada sesama. (Ram Surahman)

 

BERITA LAINNYA