Manajer Persebaya Canda Wahyudi bersama para pemain usai kemenangan 1-2 atas tuan rumah Persija Jakarta di Stadion Utama Gelora Bung Karno beberapa waktu lalu (Persebaya)

Ada Cinta di Persebaya

Banyak cara untuk mengekspresikan cinta kepada klub pujaan. Banyak alasannya pula. Dari yang rasional sampai nggak masuk akal. Dari cara-cara biasa sampai yang gila! Dari yang tidak pernah terbayang di mata sampai yang ternyata benar-benar ada. Wong namanya cinta.

Lepas tengah malam, saat menanti kereta di Stasiun Tugu, Jogjakarta, saya bertemu beberapa suporter Persebaya. Mereka hendak balik ke Surabaya setelah menyaksikan tim kesayangannya berlaga di Stadion Maguwoharjo, Sleman. Ada yang sendiri, berkelompok bersama teman seperjalanan, ada juga yang sekeluarga.

Jangan tanya soal fanatisme mereka kepada Persebaya. Sebut saja A. Pemuda ini berangkat ke Jogja bersama seorang temannya. Mereka datang sehari sebelum pertandingan. Menginap di hotel budget sekitar Malioboro.

Ini bukan kali pertama dia mengawal Persebaya pada laga away. Jelas butuh pengorbanan. Tak hanya modal duit, juga menguras waktu, tenaga, dan mental. Sebagai pegawai bank milik negara, A tidak bisa seenaknya meninggalkan kantor. Dia pun harus berstrategi untuk bisa menyaksikan langsung Persebaya.

Dia hanya butuh jadwal main Persebaya. Home and away. Kalau pas dengan hari libur, nggak masalah buat A. Problem muncul ketika Persebaya Day bertepatan dengan hari kerja. Tak ketinggalan akal, dia menjadikan Persebaya Day dalam agenda cuti. Cerdas.

Di kereta yang sama ada seorang bapak bersama istri dan anaknya. Kompak beratribut Green Force. Mereka menyewa homestay di kawasan Maguwoharjo agar lebih nyaman menyaksikan Persebaya berlaga.

Pada kesempatan lain saya bersua seorang pemuda di Bandara Ngurah Rai, Denpasar. Dia sedang mengantre check in penerbangan menuju Surabaya. Menggendong tas ransel dan membawa bendera Persebaya. Dia harus balik ke Kota Pahlawan karena tidak bisa melewatkan kewajiban praktik kerja lapangan sebagai siswa SMK.

Sebelum itu, dia nekat bolos untuk mendukung langsung Persebaya yang berlaga di Stadion I Wayan Dipta, Gianyar. Berangkat bersama beberapa teman lewat jalur darat. Mereka urunan menyewa mobil menuju Pulau Dewata. Tak sekali itu saja dia melakoni awayday. Selain Bali, pemuda beruntung yang akhirnya bisa foto bareng semua pemain Persebaya ini tidak pernah absen mendampingi tim pujaannya ketika tandang ke sejumlah kota di Jawa.

Bonek ada di mana-mana. Setiap kali mendampingi Persebaya away, saya bertemu fans yang selalu datang. Di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, sampai Papua. Tidak pernah absen. Kadang mereka sudah ada sebelum tim tiba. Kadang laga tandang pun berasa kandang karena kehadiran Bonek yang lebih banyak ketimbang pendukung tuan rumah.

Suporter Persebaya selalu ada bahkan di stadion-stadion yang secara de jure tidak boleh mereka datangi. Bisa karena status pertandingannya yang tanpa penonton atau karena memang ada larangan datang dengan alasan keamanan.

Di Jakarta, beberapa Bonek menghampiri hotel tempat Persebaya menginap untuk memberikan support dan doa. Para pecinta Persebaya itu kembali datang setelah pertandingan yang saya yakin mereka saksikan langsung di stadion.

Di Malang, seorang Bonek menyemangati saya dan tim begitu rantis yang kami tumpangi tiba di hotel. Dia mengaku "mengawal" rombongan Persebaya sejak keluar stadion. Dia bahkan berada di antara puluhan ribu suporter tim rival.

Bagaimana bisa selamat? Padahal dia memakai atribut Persebaya. Dia punya cara. Saat di stadion dan selama perjalanan dia memakai jaket. Baru ketika di hotel Persebaya dia tanggalkan jaket. Bisa jadi dia tidak sendiri. Ada beberapa Bonek melakukan hal yang sama.

Saya yakin ada lebih banyak cerita lain. Banyak cara lain untuk mengekspresikan cinta kepada klub pujaan. Persebaya memang tidak untuk diperdebatkan, tapi untuk dicintai. Selamat mencintai Persebaya. Selamanya. (Candra Wahyudi)

 

BERITA LAINNYA