Suasana Persebaya Store Kompleks (Persebaya)

Persebaya Store, Salah Apa?

Oleh:

H Saleh Hanifah,

(Manajer Persebaya era LPI,  Direktur Amatir Persebaya 2017-sekarang)

 

Semestinya, penjelasan rekan saya Haji Farid beberapa hari lalu soal saudara Candra Wahyudi harusnya sudah selesai.  Sayangnya, soalan itu masih terus digoreng terus menerus hingga saat ini. Malah, merembet panjang soal jasa-jasa di masa lalu, saat pengembalian Persebaya.

Ada yang mlintir bahwa manajemen Persebaya saat ini, lebih menghargai jasa Candra Wahyudi dibanding rekan-rekan Bonek di masa perjuangan dulu. Lah,  saya heran-seherannya. Kok ada yang ngomong seperti itu? Bagian mana tulisan Haji Farid ataupun keterangan direktur Persebaya, Azrul Ananda yang membanding-bandingkan soal  itu.

Sudahlah, tak perlu  ngorek-ngorek soal itu. Percayalah, akan banyak yang sakit hati bila itu disebutkan dan dibeberkan. Semua tahu, siapa saja, rekan-rekan Bonek yang saat itu benar-benar berjuang tulus? 

Bahwa Haji Farid merasa perlu memberi kesaksian soal Candra Wahyudi, itu akibat produk situasi. Saya pun, akan terpanggil bila ada fitnah yang sampai menyebut pengkhianat segala. Hanya karena dia memakai penutup kepala bertulis Arema.  

Pun demikian saudara Nanang Prianto. Dicaci maki dan segala cap buruk diberikan. Asal tahu, saudara Nanang ini, saat masih bekerja di Jawa Pos, dia sampai sampai mendapat ancaman pengeroyokan, akan dicelakai, karena begitu getol membela manajemen Persebaya saat dualisme dulu. Saya gak perlu  sampaikan di sini detailnya. Nanti ada yang baper lagi, menyebut  lebih menghargai  jasa Nanang dibanding  yang lain.

Maksud saya, mari sudahi perdebatan yang tak produktif ini. Ini semua percuma. Gak ada hasilnya. Jika dibiarkan, yakinlah, yang ada justru Persebaya bakal terpuruk dan bukan tak mungkin akan terderadasi. 

Kesampingkan sikap ”pokoknya”. Beri ruang hati untuk berpikir dengan jernih. Jangan hanya nafsu saja yang terus menerus dikedepankan. Pokoknya harus out, pokoknya harus ini … harus itu ….dan pokok-pokok lainnya.

Saya lihat, itu pula yang terjadi pada Persebaya Store saat ini. Beberapa store-nya ditutup paksa oleh mereka yang mengatasnamakan suporter. Yang saya baca,   store ini disegel. Gak boleh dibuka sebelum Candra dan Nanang out.

Bagi anda yang merasa benar dan heroik  dengan melakukan hal itu,  mari, baca tulisan ini baik-baik. Selain di Persebaya, saya sudah menggeluti bisnis retail, seperti yang dilakukan Persebaya Store. Tidak setahun dua tahun, tapi puluhan tahun. 

Produk yang saya jual juga sama, apparel olahraga. Mulai merek Nike, Puma, Adidas, dan sederet merek impor lainnya. Saat launching produk baru, saya pasti diundang para pabrikan tersebut. Entah di Jakarta, Singapura, bahkan di Eropa.

Tahu apa yang disampaikan mereka? Pujian disampaikan pada Persebaya. Wabil khusus, Persebaya Store. Karena  seperti itulah sebuah klub sepak bola profesional  dikelola.  

Store menjadi salah satu pundi untuk mendapatkan pemasukan. Dan, di Indonesia, baru Persebaya ini yang miliki store yang banyak dan terus tumbuh.  Anehkan, saat pihak luar memberi pujian dan apresiasi atas langkah yang dilakukan manajemen Persebaya dengan store-nya, eh, ternyata ada sekelompok orang, bertindak atas nama suporter yang kecewa melakukan pemaksaan  dengan menutup Persebaya Store. Salah Persebaya Store apa?

Ada yang  mengatakan dengan penuh emosi, manajemen saat ini hanya sibuk cari uang, lupa akan prestasi. Sibuk buka store, lupa cetak skor.  Saya geli bacanya.  Lha, memang tugas Persebaya Store ya cari uang.  Itu wajib dan harus dilakukan.  Jangan hanya sedikit, kalau bisa  sebanyak-banyaknya.  Tidak hanya puluhan, ratusan juta.  Tapi milyaran rupiah. 

Buat apa? Ya, biar tim ini kuat secara pendanaan.  Gak lagi tertatih-tatih seperti jaman perjuangan dulu.  Gaji telat dibayarkan, utang tercecer dimana-mana. Apa anda mau, Persebaya jadi bahan olok-olokan di luar karena gaji pemainnya telat dibayar?

Jika tidak, lalu kenapa memaksa Persebaya Store tak boleh buka?

Tak hanya eksistensi tim Persebaya, kelangsungan pembinaan Persebaya juga pasti akan terkena dampaknya.  Wilayah yang tiga tahun ini  saya kelola. Setiap tahun, bidang amatir, dimana saya menjadi direkturnya, mendapat alokasi anggaran  dana miliaran. 

Dana sebesar itu, dipakai untuk memutar kompetisi internal klub anggota. Berjenjang diberbagai kelompok umur. Mau tahu hasilnya?  Saat ini, ada  empat pemain Persebaya membela Timnas u-15, jumlah yang sama membela Timnas u-18.  Bulan lalu, ada empat pemain usia 15 tahun,  diundang berlatih bersama di Manchester City. 

Cukup?  Belum. Tahun lalu, Persebaya U-17 menjadi juara Piala Soeratin, mengalahkan ratusan klub amatir di Indonesia. Tim Persebaya U-16 menjadi runner-up di Piala Menpora 2018. Tahun ini  kembali menjadi jawara di Jawa Timur dan awal September nanti akan  berjuang di zona nasional. 

Ini belum termasuk tim Persebaya Elite Pro di jenjang umur 16, 18, dan 20 tahun yang sekarang bermain di Bali, Bontang, dan Jakarta. Sudah pasti, keberangkatan mereka perlu uang, uang, dan uang. Dari mana? Ya, salah satunya dari penghasilan di Persebaya Store.

Nah, kalau ditutup paksa seperti itu,  menjadi patut dipertanyakan, model kecintaan seperti apa yang diyakini teman-teman itu.

Kalau kekalahan lawan Arema FC lalu dijadikan dasar membabi buta seperti itu,  saya tak setuju.  Seperti pecinta Persebaya kebanyakan, saya juga remuk redam.  Jika boleh, saya akan  melumpuhkan ingatan melihat hasil pertandingan. Tapi ini kenyataan yang harus dihadapi.  Sepahit apa pun.  Tetap, beri ruang untuk menegakan akal sehat.

Hasil itu belum membuat Persebaya kiamat. Perjalanan kompetisi masih panjang. Butuh energi bersama untuk menyelesaikan.  Saya  percaya, badai ini bisa terlewati. Di masa lalu, Persebaya pernah alami situasi jauh lebih  buruk dari ini  Pernah,  rencana away ke Aceh nyaris gagal karena kita tak punya uang. Harusnya, situasi saat ini harus disyukuri. 

Bahwa masih ada perbedaan di sana-sini, mari disikapi tanpa luapan emosi berlebih.  Semoga  saya, kita semua  yang mendukung Persebaya senantiasa diberi kelapangan hati agar tak mudah ditunggangi emosi. (*) 

Catatan: Tulisan adalah opini penulis.

BERITA LAINNYA