Momen gol Brylian Aldama ke gawang Barito Putera dalam laga Elite Pro Academy U-20 yang membuat Persebaya bermain hingga babak perpanjangan waktu dan berakhir dengan kemenangan melalui adu penalti (Persebaya)
Catatan Presiden Klub Persebaya, Azrul Ananda

Juara Sejati Tak Bisa Beli, Harus Berjuang

Pertandingan final Elite Pro Academy (EPA) Liga 1 U-20 2019 tak akan pernah saya lupakan. Pertandingan itu kembali memberi saya kekuatan, kepercayaan. Bahwa juara sejati memang butuh proses, dan juara harus diperjuangkan. Tidak bisa instan. Tidak bisa beli.

Kira-kira 20 menit sebelum babak kedua berakhir di Stadion Kapten I Wayan Dipta di Bali, Sabtu malam itu (12 Oktober), saya sempat menatapkan mata ke atas. Kebetulan bulan Purnama.

Dalam hati saya berkata: ”Tuhan, kalau memang belum waktunya kami dapat piala tahun ini. Saya bisa menerimanya. Tapi Tuhan pasti tahu kenapa saya ada di Persebaya. Apa segala maksud dan tujuan saya. Tuhan pasti lebih tahu dari semua orang. Termasuk orang-orang yang sok tahu dan sok menilai itu.”

Saat itu, seolah segala harapan sudah punah. Saya akan meninggalkan hotel dengan dada sesak. Pulang ke Surabaya dengan rasa tidak enak.

Bagaimana Persebaya U-20 sudah unggul duluan, lalu situasi sulit dipercaya membuat kedudukan jadi sama. Di babak kedua, bermain hanya sepuluh anak, Persebaya kembali unggul. Tapi hanya semenit, kedudukan sama lagi. Lalu Persebaya kena penalti. Ketinggalan 2-3.

Mereka yang berada di stadion pasti punya penilaian khusus tentang segala yang terjadi. Saya duduk di tribun VIP bersama istri, Direktur Amatir Saleh Hanifah, sempat bersama Direktur Teknik Hanafing, lalu ada manajemen Persebaya Candra Wahyudi dan Nanang Prianto.

Di kanan dan kiri kami ada banyak suporter Persebaya. Ratusan lagi bonek berkumpul di tribun seberang. Sayang, pertandingan sedahsyat itu tidak disaksikan oleh lebih banyak lagi orang.

Saat kami merasa putus harapan, anak-anak di lapangan tidak pernah putus harapan. Terus cepat, terus fokus, terus menggedor lawan pada menit-menit terakhir.

Di mana ada perjuangan keras dan tulus, hasil ternyata tidak mengkhianati. Pada akhirnya, dalam play terakhir, Brylian Aldama melesakkan tendangan ”geregetan” ke gawang lawan. Skor sama, 3-3!

Itu seperti tembakan buzzer beater dalam sebuah laga basket.

Perpanjangan waktu. Sama-sama sepuluh lawan sepuluh.

Saya menatap lagi ke atas. Saya merasa sangat yakin pada saat itu bahwa kita akan jadi juara. Perasaan yang sama saya rasakan pada akhir 2017, saat sebelum perpanjangan waktu final Liga 2.

Saya bilang ke Pak Saleh yang duduk di sebelah saya: ”Tuhan ingin kita menang.”

Kemenangan baru diraih lewat adu penalti. Persebaya sempat gagal duluan, tapi kemudian melesakkan tiga gol berturut-turut. Lawan gagal memasukkan satu pun tendangan.

Saya langsung berdiri, berusaha turun ke lapangan. Mohon maaf kepada petugas pagar yang sempat saya teriaki karena sempat melarang saya turun (dan sudah melarang saya menemui pemain sebelum pertandingan dimulai).

Di lapangan, saya langsung mencari Yahya Alkatiri. Manajer tim Elite Pro Academy Persebaya. Kami punya hubungan panjang. Sejak 2004. Dia dulu termasuk salah satu yang berperan membuat regulasi dasar DBL, liga basket SMA yang juga saya kelola.

Saya ikut di tengah lapangan, tapi saya tidak mau ikut menerima medali. Saya langsung duduk saja di depan panggung juara. Menikmatinya.

Lega. Bangga. Terima kasih Tuhan.

Presiden Persebaya Azrul Ananda duduk bersama para pemain di panggung usai Perseebaya memastikan diri menjadi juara Elite Pro Academy U-20 di Stadion Kapten I Wayan Dipta (12/10) malam. (Persebaya)

Saat masih babak delapan besar. Yahya sudah bilang sangat ingin membawa tim ini juara. ”Tidak ada tim Liga 1 lain yang berinvestasi di junior sebanyak Persebaya,” katanya.

Saya, Yahya, dan Candra memang selalu berkomunikasi soal para junior ini. Mereka berdua terus memperjuangkan supaya anak-anak timnas boleh bergabung di babak final (sulit dipercaya bahwa kami harus berjuang untuk memainkan pemain kami sendiri).

Logika kami sederhana. Siapa pun pemain, sehebat apa pun dia, pasti ingin punya prestasi ”juara” di curriculum vitae-nya. Usai pertandingan, saya dan Yahya kembali bicara. Pertandingan final itu adalah ujian mental yang sebenarnya. Pengalaman yang tidak akan pernah bisa didapatkan dengan TC (training camp) model apa pun.

Kami benar-benar lega, karena memang tim ini disiapkan sejak lama. Sejak masih dipegang Coach Bejo Sugiantoro tahun lalu. Pasukan inti tim ini (yang bukan timnas) sudah pernah kami kirim ke Australia untuk mendapat pengalaman di sana.

M. Nofal mengeksekusi bola dalam uji tanding melawan salah satu tim Australia saat Persebaya U-19 menjalani TC di Australia pada Juli 2018 lalu. Nofal kini menjadi bagian Persebaya U-20 yang kampiun Elite Pro Academy U-20.

Satu-satunya tim EPA Liga 1 yang pernah latihan di luar negeri.Usai kemenangan itu, saya juga langsung ingat pada Coach Bejo. Bagaimana pun, ini tetap tim yang dia siapkan dulu. Sebelum dia kami tarik paksa untuk membantu mengawal tim senior.

Kebetulan rezekinya Coach Uston Nawawi yang menjaga tim ini, lalu membawa jadi juara. Walau ini saya rasa adalah hasil kerja kolektif seluruh organisasi.

Saya juga jadi ingat teman-teman baru yang kami dapatkan di Australia. Sebelum pertandingan, Konjen Australia di Surabaya sempat mengirim pesan memberi semangat, juga sempat mem-posting dukungan itu di akun sosmed mereka.

Tapi, yang paling membuat saya lega, program junior ini memberi fondasi solid untuk masa depan. Tim U-20 juara, U-16 juara ketiga, dan U-18 juga masih punya kans kuat untuk berprestasi.

Kembali ke tulisan saya di paragraf pertama. Juara sejati tidak bisa instan, tidak bisa beli. Harus benar-benar dijalani prosesnya, menyenangkan maupun menyakitkan.

Sejak kembali ke Liga 1 pada 2018, pijakan fondasi baru akhirnya kami rasakan sekarang. Pijakan fondasi yang punya pengalaman jadi juara, punya mental jadi juara. Seperti perbincangan tim di tengah lapangan usai jadi juara di Bali: ”Tidak semua pemain bintang pernah memberikan gelar juara untuk Persebaya.”

Tuhan, terima kasih mengizinkan Persebaya U-20 jadi juara. Ini bukan hanya gelar juara untuk sekarang. Ini adalah gelar juara untuk masa depan.

Tuhan lebih tahu segala isi pikiran saya, segala upaya dan niatan saya bersama teman-teman di Persebaya. Lebih dari semua orang yang mengaku tahu atau sok tahu atau sok menilai itu.

Karena itu, saya yakin Tuhan akan kembali mengizinkan kami meraih prestasi-prestasi lebih besar lagi di masa depan.

Kami akan terus menjalani prosesnya. Siap merasakan segalanya. Menyenangkan maupun menyakitkan. (azrul ananda)

 

 

BERITA LAINNYA