Momen saat para pemain klub internal Indonesia Muda selonjoran di lantai karena pintu dan pagar menuju Lapangan Persebaya, Karanggayam digembok pada 22 Juni 2019 lalu. Saat itu akan digelar laga lanjutan Kompetisi Kapal Api Persebaya (KKAP) 2019 antara Indonesia Muda vs Untag Rosita. (Persebaya)

Urusan Lapangan Persebaya di Karanggayam dipastikan bakal makin panjang. Ini menyusul langkah Pemkot Surabaya yang bakal ajukan banding. Langkah ini, diambil sebagai respon putusan hakim PN Surabaya  yang mengabulkan gugatan Persebaya, Selasa (10/3/2020).

Pemkot tidak terima, sertifikat hak pakai Wisma Persebaya no 5 yang  diterbitkan  Kantor  Pertanahan Kotamadya Surabaya pada  28 Maret 1995 dinyatakan tidak sah dan tidak  mempunyai kekuatan hukum. (Kompas.com, 10/3/2020).

Tentu, menjadi hak Pemkot Surabaya untuk mengambil langkah hukum lanjutan atas putusan pengadilan tersebut. Ketua majelis hakim , Martin Ginting diakhir sidang juga menawarkan hak tersebut pada para pihak untuk menentukan langkah sampai 14 hari ke depan, menerima, pikir-pikir, atau banding.

Dalam konteks pembinaan sepak bola, tentu patut disesalkan langkah banding tersebut. Sudah pasti, sengketa ini akan memakan waktu cukup lama. Langkah banding ini akan membawa putusan PN Surabaya, ke Pengadilan Tinggi,  Kasasi, sampai mungkin peninjauan kembali.  Berapa lama, mungkin bisa  2-3 tahun untuk dapatkan putusan inkracht. Dan, selama itu, Karanggayam dalam posisi status quo. Tak boleh ada aktivitas apapun. 

Jujur, itu pula kekhawatiran yang menghantui Persebaya saat terpaksa mengajukan gugatan. Berapa lama yang dibutuhkan untuk bisa dapatkan putusan tetap? Jika terlalu lama, bagaimana denyut pembinaan yang berjalan?  Dikemanakan? Akankah  mati?

Pembinaan memang menjadi concern Persebaya ketika membicarakan Karanggayam. Semua tahu, ini adalah kawah candradimuka pembinaan sepak bola Surabaya. Banyak pesepak bola hebat  lahir dari  lapangan ini. Nah, kalau urusan ini harus masuk ke pengadilan tinggi, butuh berapa lama?

Pertimbangan seperti ini yang mewarnai perjalananan Persebaya sebelum akhirnya mengajukan gugatan pada 9 Oktober 2019 lalu. Bisa dikata, keadaanlah yang memaksa gugatan itu harus dilayangkan.

Kenapa? Semua komunikasi dan upaya yang dilakukan guna menyelamatkan roh pembinaan di Surabaya bertepuk sebelah tangan. Pemkot Surabaya sama sekali tak menunjukkan itikad nyata ke sana.  Narasi keberpihakan pada Persebaya hanya sebatas wacana. Faktanya, di lapangan urusan Persebaya tak pernah mudah.

Padahal, untuk ini, Persebaya tak pernah rewel. Jangankan bicara gugatan, berpikir ke sana pun sama sekali tak terbersit. Apalagi, Komisaris Utama Persebaya, Dahlan Iskan mewanti-wanti untuk tak membawa urusan ini ke pengadilan. Tak etis. Begitu yang dikatakan Abah Dis. 

Sampai pada hasil mediasi terakhir di Kejari Surabaya, awal 2019 lalu,  opsi  hubungan hukum diputuskan. Persebaya sepakat ambil langkah ini. Skemanya,  Persebaya  dan Pemkot Surabaya membuat hubungan hukum untuk pemakaian lapangan Karanggayam. Surat pun sudah dilayangkan. Sayang, jawaban Wali Kota Surabaya malah mengambang tak memberi kepastian. 

Di sisi lain, denyut pembinaan mulai tersendat. Penggunaan Karanggayan untuk kompetisi internal dibatasi. Jalur birokrasi harus dilalui. Lapor sana-lapor sini untuk disetujui. Pemkot selalu mendalilkan, bahwa mereka yang paling sah memiliki lapangan legendaris ini. Semua yang  pakai, harus izin ke mereka. Dasarnya, ya sertifikat hak pakai yang belakangan dinyatakan batal demi hukum oleh Hakim Ginting itu. 

Saya ingat betul, pernah  tim Persebaya U-20  yang dilatih Uston Nawawi kala itu, kesulitan berlatih. Awalnya, mengajukan izin ke Karanggayam tapi ditolak. Diarahkan ke GBT. Eh, sampai di sana  ternyata gerbang ditutup, tidak boleh masuk. Mereka sabar. Tak marah pada penjaga. Karena paham mereka hanya mengikuti perintah. 

Sejauh itu, kesabaran itu pula yang terus dipupuk manajemen Persebaya. Di sisi lain, klub-klub internal terus bergolak, mendesak manajemen Persebaya mengambil sikap. 

Pun demikian, tuntuan untuk menggugat pemkot tak serta merta disetujui. Persebaya, berpikir masih ada jalan lain yang  bisa diambil selain bersengketa di pengadilan. Untuk apa? Agar pembinaan tidak terganggu.x 

Untuk ini, salah satu guru besar hukum dari Unair didatangkan. Didengar dalam diskusi terbatas. Ambil gugatan atau tidak.  Ujung diskusi,  kecenderungan lebih mengarah untuk  tidak ajukan gugatan.

Di lapangan, tak mudah meyakinkan hasil diskusi ini ke klub-klub internal. Pasalnya, mereka  yang pertama dan langsung merasakan dampak  terganggunya pembinaan.  Dan, puncaknya pada, Rabu, 15 Mei 2019 saat Pemkot Surabaya melakukan pengosongan Wisma Persebaya.

Keadaan berubah. Spirit pembinaan yang ditawarkan Persebaya agar dijaga bersama, ternyata tak bersambut. Surat pengajuan ikatan hukum yang pernah dikirim Persebaya, dicabut. Terpaksa, jalan pengadilan pun diambil. Gugatan dilayangkan. Dan, selama enam bulan bersengketa putusan akhirnya memenangkan Persebaya. 

Putusan ini harus dihargai. Ini bukan semata kemenangan Persebaya. Lebih dari itu. Ini kemenangan pembinaan sepak bola Surabaya. Yang, sebetulnya juga menjadi concern Bu Risma selama ini: pembinaan  anak-anak Surabaya. Hingga,  suatu masa mengirimkan Supriadi dkk  berlatih di Liverpool segala. Semua untuk apa?  Agar anak-anak Surabaya tumbuh sehat dan kreatif.  Jauh dari kenakalan remaja dan narkoba. Menyalurkan bakat sepak bola. Menjadi kebanggaan   Surabaya dan Indonesia. 

Dan, itu semua telah diemban Persebaya dengan Karanggayam-nya. Tapi, kenapa masih juga dipersusah. Pakai banding segala. Salah kami apa? (*)

 

 

Populer

Persebaya Kalah Lagi di Kandang
Menang 1-0 Atas Tuan Rumah Bali United, Persebaya U-16 Kokoh di Puncak
Blunder, Persebaya Tertinggal
Drama Tujuh Gol, Persebaya Takluk Dari Persib
Jamu PSS, Persebaya Siap Berjuang Raih Kemenangan
Munster: Kalah-Menang Kami Tetap Bersama, Jangan Saling Menyalahkan