Persebaya Future Lab dan Forward Football
Catatan Kunjungan Persebaya Future Lab ke Eropa - Bagian 5 (Habis)

Pesepakbola Masa Depan

Tulisan ini adalah serial bersambung. Baca tulisan sebelumnya di sini

“Apabila Anda tidak dapat menjelaskannya secara sederhana, berarti Anda sendiri tidak cukup memahaminya secara mendalam!”

Albert Einstein

Persoalan terbesar saat mengevaluasi permainan sepakbola adalah subyektivitas. Preferensi subyektif tersebut diturunkan dalam “bahasa non universal” yang membuat perbincangan sepakbola menjadi buram dan kabur. Kata yang sama bisa memiliki arti yang berbeda. Sebaliknya, kata berbeda bisa memiliki arti yang sama.

“Bertahan kurang greget…”

“Serangan tidak tumpul…”

“Pemain terlalu stylish…”

Kalimat di atas sangat populer muncul pasca pertandingan. Kalau orang awam masih wajar. Tapi jujur, ini juga terjadi di kalangan pelatih sepakbola sekalipun. Ini prahara di sepakbola saat evaluasi tidak berbasis aksi operasional. Bayangkan pelatih harus membuat program latihan “peningkatan greget” atau “penajaman serangan”. Tentu mustahil.

Urusan filosofis ini, Belanda jagonya. Jan Tamboer, profesor Vrije Universiteit adalah pelopor teori sepakbola. Ia menulis buku “Football Theory”. Di dalamnya dijabarkan sepakbola berbasis Teori Aksi dan juga bahasa sepakbola yang objektif dan universal. Sejak itu, ilmu kepelatihan sepakbola-pun berkembang ke arah lebih konstruktif.

Mengukur Sepakbola

Belajar dari Akademi AZ Alkmaar yang kembangkan pemain berbasis data, langkah selanjutnya ialah mengukur dan mengkoleksi data permainan tersebut. Di dunia performa, istilah kerennya Football Motion Tracking System. Untuk urusan ini Persebaya Future Lab berkunjung ke Football Forward. Perusahaan pionir yang getol mengembangkan teknologi monitoring terbaru.

Saat ini, ada beberapa model tracking system yang digunakan di sepakbola. Pertama GPS, alias Global Positioning System. Model yang juga digunakan Tim Utama Persebaya. Perangkat GPS dipakaikan ke pemain, lalu transporder akan mengirim signal ke satelit yang terunggah untuk dapat dilihat di sebuah platform.

Model berikutnya adalah LPM alias Local Positioning System, dimana perangkat yang dipakai pemain akan mengirim signal ke beberapa tiang terminal yang diletakkan di lapangan, baru kemudian dapat dilihat di platform. Model ini lebih akurat, mengingat jumlah signal per detik yang dikirim ke terminal lebih banyak.

Model GPS sangat baik untuk bisa mengetahui data fisik pemain seperti jarak tempuh dan intensitas lari. Sedangkan pada LPM, data fisik yang sama juga didapatkan, plus posisi koordinat seluruh pemain yang lebih akurat  sepanjang 90 menit. Data yang apabila dikombinasikan dengan video akan membantu pelatih menganalisa taktik permainan.

Gap teknologi ini ialah mereka hanya sajikan data fisik “mentah”. Saat pemain lari 13 km, tidak tergambar cerita sebenarnya. Apa tujuan larinya? Support atau press? Apa lari itu efektif? Mungkin pemain berlari di waktu-tempat yang salah dan rugikan tim. Sedikit data mentah tentu lebih baik ketimbang tanpa data. Tetapi, apakah kita bersedia naik ke meja operasi, jika dokter bedah hanya miliki sedikit data mentah?.

Sistim Monitoring LPM

Forward Football kini sedang mengeksplorasi inovasi terbaru berangkat dari sistem LPM. Dimana mereka juga menempatkan unit lacak pada bola. Dengan adanya unit lacak pada 22 pemain dan 1 bola, kini monitoring sepakbola memasuki babak baru. Semua aksi dan intensi aksi, dengan bola-tanpa bola, bertahan dan menyerang bisa terdokumentasi dengan baik.

Ketika semua aksi dan intensinya telah terekam, mereka juga bisa mendapatkan potret struktur vs struktur. Dari data LPM tersebut akan tergambar misal struktur tim 1433 vs 1442. Seorang sayap yang tidak ambil posisi defend benar akan terekam dengan jelas di platform. Atau situasi jarak antar lini jauh sehingga mudah dilompoati lawan akan mudah teridentifikasi.

Jan Van Loon yang berlatar pelatih sepakbola berpengalaman di Willem II, Wolfsburg dan Arsenal memastikan penggunaan bahasa sepakbola di teknologi mereka. Data yang dikoleksi diterjemahkan sesuai kebutuhan sepakbola. Tak heran data sepakbola penting seperti breaking line pass, receiving between line, third man run tersaji dengan apik di platform mereka. Monitoring sepakbola yang lebih sepakbola!

Data Aksi Sepakbola

Praktek, Teori, Praktek

Negaranya Patrick Kluivert ini memang kuat untuk urusan filsafat. Berpikir kritis dan mempertanyakan ulang sudah menjadi darah daging. Perilaku sehari-hari mereka juga demikian. Pendidikan sekolah mereka sangat menekankan interpretasi bebas. Mengungkapkan pendapat dan mengembangkan kreativitas menjadi lebih penting ketimbang menghafal teori.

Tak heran di sepakbola, mereka sering menjadi pelopor. Kemampuan berpikir reflektif kritis mendorong mereka untuk membuat teorisasi runut dari praktek sepakbola. Brainsfirst dan Forward Football contohnya. Mereka selalu memulai dari permainan sepakbola sebelum mengembangkan “produk”-nya. Praktek, teori lalu ke praktek lagi!

Belajar dari Belanda, negara kita pun harus memulai dari permainan sepakbola itu sendiri. Merumuskan sebuah strategi pembinaan agar di masa depan kita bisa mencetak gol lebih banyak dari semua lawan di level tinggi.

Tentu seperti di Spanyol tidak lupa dengan ketekunan membangun partisipasi sepakbola di akar rumput. Terus memelihara partisipasi dengan konsep gedung pencakar langit. Bukan untuk mencetak tim juara di level junior, tetapi untuk mencetak pemain juara di sepakbola top level masa depan. Wani!! 

-HABIS-

 

Ganesha Putera
Kepala Persebaya Future Lab

BERITA LAINNYA